Become a member

Get the best offers and updates relating to Liberty Case News.

― Advertisement ―

spot_img

Saat Demokrasi Nyemplung ke dalam Secangkir Kopi

"Ngopi dulu, jangan kampanye terus, ntar kelebihan suara di TPS. Gak enak sama yang lain," itulah kalimat pertama saya pada seorang caleg muda dalam...
BerandaKopi PanasAndi Mappasomba Menarik Pelatuk

Andi Mappasomba Menarik Pelatuk

Seorang netizen, Andi Mappasomba, menarik pelatuk wacana yang diberinya tajuk “Ayo memposting hal-hal baik dan bagus tentang Bulukumba.” Sangat menarik.

Entah peluru tajam atau hanya peluru karet, wacana itu mendesing di dekat telinga saya. Saya sempat tiarap sambil menyiapkan ketapel dialektika. Meskipun kerikilnya hanya sebutir.

Andi Mappasomba yang juga seorang aktivis dan pebisnis ini pernah berlama-lama dalam banyak ruang. Dari gerakan sosial hingga politik. Dari penjara hingga masjid. Dari trading hingga kolam ikan lele.

Metamorfosa pemikirannya mungkin sekarang lagi pada tahap ulat menjadi kupu-kupu. Tentu manusiawi. Setiap kita memang sedang bermetamorfosa. Dan bukankah kita semua sedang berkepompong?

Apakah tersedia banyak stok hal bagus di Bulukumba untuk dituliskan? Bisakah hal-hal bagus menutupi fakta berupa hal-hal kurang bagus atau tidak bagus lantaran tidak ada satupun sebuah daerah yang sempurna baik masyarakat maupun pemerintahannya? Adakah jaminan bagi narasi “kebagusan” Bulukumba ketika berlalu-lalang di tengah euforia pemanasan pemilukada? Apakah tidak menjadi bumerang dan dicap sebagai pembela rezim lokal, misalnya? Sederet pertanyaan lainnya tentu menguntit.

Meskipun bukan sesuatu yang baru, namun gagasan tersebut memang menarik.Segar. Banyak hal bisa dieksplorasi ke luar Bulukumba. Tidak harus melulu berita dan peristiwa memalukan. Sebagian manusia Bulukumba sebenarnya telah melakukan itu sejak dulu. Mereka yang bergerak dalam aksi sosial, budaya, seni, literasi, edukasi, wisata, lingkungan hidup, dakwah, dan lainnya.

Saya sempat menangkap sebutir peluru gagasan itu. Kemungkinan besar, seorang Andi Mappasomba sedang mengalami kegelisahan dan kekhawatiran pada perang antar kubu di medsos terkait seputar pemilukada yang masih jauh itu.

Seperti rasa dahaga menunggu waktu berbuka, saya merasakan getar-getar itikad baiknya. Dia sedang mengimbau agar para netizen Bulukumba mau belajar memproduksi narasi-narasi cerdas dan elegan terkhusus seputar pemilukada.

Kegamangan Andi Mappasomba sesungguhnya sedang dalam posisi mengingatkan kaum cerdik pandai yang masih bertahan di garis edukasi bangsa, mengingatkan aktivis sosial yang masih berjalan linear di kanal pendampingan dan pemberdayaan, mengingatkan media agar tetap berdiri berimbang di garis industri dan inspirasi. Mengingatkan kita semua agar tidak tergiring menjadi alat pemenangan pilkada yang bisa jadi memiliki cacat bawaan.

Pemilukada dalam polarisasi kepentingan daerah, sesungguhnya hanya memiliki dua kutub kepentingan. Pertama, kepentingan rakyat untuk sejahtera dibawah kepemimpinan kepala daerah yang tepat kompetensi dan tepat orientasi. Kedua, kepentingan para calon untuk dipilih oleh rakyat.

Lantas di mana posisi rakyat sebagai pemilik pesta pemilukada dalam polarisasi itu? Jangan-jangan, lagi-lagi rakyat hanya menjadi obyek mobilisasi dan sub ordinat belaka.

Dalam politik, yang paling cair adalah elitnya. Sebab politik itu dinamis. Tidak ada kawan dan lawan yang abadi. Hanya kepentingan yang abadi. Yang sulit mencair adalah para pendukungnya. Dan itu membutuhkan energi besar kalau pun hanya untuk rekonsiliasi.

Kecemasan seorang Andi Mappasomba sangat beralasan. Masuk akal. Nasional boleh semrawut, daerah jangan. Bulukumba baik-baik saja. Selalu menjadi tempat nyaman untuk dihuni manusia, flora, fauna, termasuk ikan lele.(*)

Ditulis sambil membayangkan ikan lele di atas tungku, Pustaka RumPut, 22 Mei 2020.