Bulukumba, JalurDua.Com – Sekilas saya meihat diri saya sendiri sedang duduk di bangku terdepan, dalam ruang Kelas 4 Sekolah Dasar. Penuh semangat mengerjakan soal ujian Bahasa Inggris. Kata guruku; Siapa yang lebih cepat menyelesaikan ujiannya dialah yang diperbolehkan pulang duluan, ditambah dengan reward jajanan “Gery Pasta”.
Dengan penuh semangat, berlomba-lombalah kami. Namun tentu saja semangat yang ada pada kami saat itu bukan karena diperbolehkan pulang cepat atau mendapat reward jajanan, melainkan pelajaran Bahasa Inggris yang memang punya daya tarik tersendiri untuk lebih dijelajahi dengan liar.
Ingatan ini merembes di tempat saya terduduk menyaksikan adik-adik didik yang masih asing dengan Bahasa Inggris. Saya memandu mereka berkenalan.
“Kami tertarik belajar Bahasa Inggris. Kami baru kali ini mendengar Bahasa Inggris dan baru kali ini kami diajarkan Bahasa Inggris. Ajarkan kami agar kami bisa berbicara Bahasa Inggris seperti kakak.” Pinta mereka.
Miris, gumamku. Seharusnya mereka sudah mendapatkan pelajaran itu, apalagi yang sudah menempati bangku kelas 6, tetapi ternyata tidak. Mengingat Bahasa Inggris merupakan bahasa yang meng-global, sudah menjadi bahasa yang paling umum di dunia. Paling tidak, hal-hal dasar mengenai Bahasa Inggris sudah sepatutnya mereka kantongi.
Hal ini yang membuat mereka senang berkenalan dengan Bahasa Inggris. Mereka menampakkan antusiasme-nya yang jarang terlihat pada anak-anak yang bersorak menang dalam game Free fire ataupun Mobil Legend.
Saya benar-benar melihat kesungguhan di mata mereka. Karena sebetulnya, belajar yang sesungguhnya didorong oleh rasa ketertarikan.
Dengan penuh harap, semoga adik-adik selalu berteman baik dengan kegigihan belajar.
Sebagaimana pribahasa mengatakan; “Ilmu nibung tunggal”, yang memiliki makna Ilmu adalah kekerasan tangan. Banyaknya ilmu yang kita miliki merupakan hasil dari kerja keras tangan kita.
Panjang umur hal-hal baik!
Begitulah tutur teks pada banyak perihal yang dirasakan dan penggalan pengalaman Sulhiyah kepada JalurDua.Com, Selasa (7/7/2020). Dia menuturkannya sebagai nukilan semangat seorang relawan Gerakan Mengajar Pemuda Daerah Mengabdi atau Gema Pandemi Panritalopi, Kabupaten Bulukumba, Sulawesi Selatan. Sulhiyah mengajar di Desa Barugae, Sektor Kecamatan Bulukumpa.
Gadis ini adalah seorang mahasiswi tingkat akhir Jurusan Sastra Inggris, Fakultas Bahasa dan Sastra, UNM Makassar. Selain Bahasa Ingris, Sulhiyah juga mengajarkan Bahasa Indonesia, Agama, dan Kelas Kreatif.
Sulhiyah tidak sendirian. Dia bersama teman-temannya yang lain, yaitu Hasrawati, Sri Yusnidar, Saadatur Rahmayaini, Sriwani Ilyas, dan Reski Erik Sandi. Mereka mengabdikan diri dalam “pendidikan nol rupiah” Gema Pandemi.(*)