Kepala Staff Kepresidenan Jend purn Moeldoko. (Foto : kabar24-bisnis.com).
Jalurdua.com – Jakarta | Pengamat politik dari Universitas Padjajaran, Firman Manan sebut keputusan Mahkamah Agung (MA) untuk menolak permohonan judicial review dari Moeldoko merupakan hal yang memalukan.
“Konstruksinya saja sudah tidak lazim. KSP Moeldoko memotori gugatan terhadap Menkumham yang notabene adalah sesama kabinet. Objek gugatannya juga problematik. Tidak terbayang kekacauan hukum yang terjadi jika AD/ART organisasi boleh digugat sembarang orang,” terang Firman, dikutip dari RMOL, Selasa (19/11/2021).
Ia sampaikan juga jika gugatan tersebut dikabulkan justru akan mengancam kebebasan berserikat yang telah dijamin oleh konstitusi.
Kepala Staf Kepresidenan, Moeldoko diusulkan agar dicopot dari kabinet pemerintahan Presiden Jokowi dan Ma’ruf Amin.
Pasalnya, dia dinilai tidak kompeten sehingga membawa citra buruk bagi rezim Jokowi.
Firman juga menyoroti, di tengah menumpuknya kasus-kasus peradilan yang belum selesai, permohonan judicial review yang diajukan KSP Moeldoko atas AD/ART Partai Demokrat justru merupakan pemborosan sumber daya hukum.
“Moeldoko kena prank tiga kali. Sebelumnya oleh Darmizal dan Jhony Allen Marbun, sekarang oleh Yusril. Moeldoko makin kelihatan tidak kompeten sebagai Kepala Staf Presiden,” pungkasnya.
Selain Firman, pengamat politik dari Universitas Negeri Jakarta (UNJ) Ubedilah Badrun juga mengatakan pendapat serupa.
Ubedilah menyebutkan di tengah terus menurunnya citra Jokowi, langkah-langkah yang diambil oleh Moeldoko lebih merugikan daripada menguntungkan Jokowi untuk mempersiapkan warisannya menjelang pilpres 2024 mendatang.
Bahkan, kata dia, ada berbagai langkah Moeldoko lain yang merugikan Jokowi.
“Dalam kasus Jiwasraya, terdakwa Hary Prasetyo pernah direkrut Moeldoko sebagai tenaga ahli. Pada saat itu, manipulasi keuangan para nasabah sudah dan sedang terjadi. Mustahil sebagai Kepala Staf Presiden dan mantan Panglima TNI, Moeldoko tidak melakukan background check. Kalau Moeldoko berdalih tidak tahu, berarti kemampuan intelijennya lemah. Apapun alasannya, ini menunjukkan Moeldoko tidak kompeten sebagai pembantu presiden,” tambahnya.
Ubedilah juga menyoroti dugaan kasus Ivermectin yang berujung gugatan pada ICW.
Karenanya Ubedilah ikut menyarankan agar Jokowi me-reshuffle KSP Moeldoko jika tidak ingin citranya semakin memburuk.