Jalurdua.com mengucapkan Selamat Hari Pers Nasional Indonesia 9 Februari 2024

Become a member

Get the best offers and updates relating to Liberty Case News.

― Advertisement ―

spot_img

Saat Demokrasi Nyemplung ke dalam Secangkir Kopi

"Ngopi dulu, jangan kampanye terus, ntar kelebihan suara di TPS. Gak enak sama yang lain," itulah kalimat pertama saya pada seorang caleg muda dalam...
BerandaLaCapilaSamanna Mabbau Bembe

Samanna Mabbau Bembe

Tidak ada ungkapan dalam Bahasa Bugis yang lebih menyebalkan dibandingkan: “Samanna mabbau bembe.” Artinya: “Seperti bau kambing.” Biasanya ungkapan ini kerap dilontarkan oleh orang tua kepada anaknya yang malas mandi.

Di luar rumah, dalam ruang sosial Bugis-Makassar, ungkapan menyebalkan itu menjadi bahan guyonan ketika ada seseorang malas menjaga kebersihan. Badannya “sakkulu” alias bau. Bukan hanya sebatas tubuh dan pakaian. Ungkapan itu juga merambah kondisi tempat tinggal.

Pada sisi verba, lagi-lagi kambing menjadi korban. Selain diidentikkan dengan bau tidak sedap, kambing pun dimanfaatkan sebagai bahan perbandingan untuk menciptakan ungkapan “kambing hitam.”

Bayangkan saja seandainya kambing berdemo menuntut pengembalian nama baik spesis mereka. Untung saja sejauh ini kambing tidak punya hasrat untuk berdemo. Bahkan tidak seekor pun yang berbakat jadi korlap aksi unjuk rasa. Bukan karena kambing tidak doyan nasi bungkus. Mereka selama ini asyik-asyik saja. Tidak peduli ungkapan-ungkapan merugikan yang diciptakan manusia.

Barangkali kambing sudah sejak dulu memaklumi ulah manusia dalam “kekerasan verbal.” Jika kepalanya pening sehabis makan daging kambing, manusia juga kerap menyalahkan kambing.

Persoalan kebersihan yang diabaikan dan kotoran nyatanya bukan cuma dimonopoli kambing. Peradaban manusia justru lebih parah. Tahukah Anda? Kebersihan yang diabaikan juga pernah menjadi ciri khas kehidupan Eropa.

Dalam buku “Sumbangan Peradaban Pada Dunia”, Prof. Dr. Raghib As-Sirjani melukiskan betapa manusia Eropa terbiasa tidak mandi dalam satu tahun kecuali satu atau dua kali saja. Mereka sampai mempunyai keyakinan bahwa kotoran-kotoran yang melekat di tubuh dan pakaian mereka adalah berkah dan memberikan kekuatan pada tubuh.

Dalam suasana itu, Islam datang dengan memerintahkan kaum muslimin bersuci, mewajibkan mandi. Islam menganggap tubuh mereka tidak bersih kecuali dengan mandi dan tidak boleh shalat kecuali dengan wudhu yang dilakukan 5 kali dalam sehari.

Orientalis Jerman Sigrid Hunke (1913-1999) melakukan studi banding antara peradaban Islam pada saat itu dan kondisi bangsa Eropa. Ia mengatakan bahwa ahli fikih Andalusia, Syaikh Ath-Tharthusyi saat berkeliling di negara-negara Eropa dikejutkan dengan fakta mencengangkan.

Syaikh Ath-Tharthusyi berkata, “Selama-lamanya kamu akan melihat mereka itu kotor. Sesungguhnya mereka tidak membersihkan diri mereka dan tidak mandi kecuali satu atau dua kali dalam setahun dengan air dingin. Adapun pakaian mereka tidak mereka cuci setelah mereka pakai hingga pakaian tersebut menjadi kain yang kumuh dan rusak.”

“Samanna mabbau bembe” tetap lestari sampai hari ini. Lantaran masih banyak manusia yang tidak mengindahkan standar kebersihan. Barangkali itu pula penyebab sehingga manusia rentan terkena pandemi. Sampai-sampai harus kembali diajarkan cara cuci tangan yang benar.(*)

Pustaka RumPut, 31 Mei 2020