Jalurdua.com mengucapkan Selamat Hari Pers Nasional Indonesia 9 Februari 2024

Become a member

Get the best offers and updates relating to Liberty Case News.

― Advertisement ―

spot_img

GPP-GPP RI Menolak Pemilu 14 Januari Yang Tidak Sesuai Nilai-Nilai Pancasila

KEPUTUSAN MUSYAWARAH NASIONAL LUAR BIASA I GUGUS PEMIMPIN PANCASILA GANJAR PRANOWO PRESIDEN RI VIRTUAL ZOOM, 27 FEBRUARI 2024No. 001/K-Munadub-I/GPP-GPP RI/ Salam Pancasila!!! Merdeka!!! Penyelewengan dan pengkhianatan nilai-nilai Parcasila...
BerandaNewsSidang Petinggi KAMI Anton Permana, Hakim Tegur Saksi Ahli Jaksa Penuntut

Sidang Petinggi KAMI Anton Permana, Hakim Tegur Saksi Ahli Jaksa Penuntut

Jalurdua.com – Jakarta | Sidang lanjutan ke 32 dugaan hoax terkait pro-kontra atas RUU Ciptakerja Omnibuslaw tahun 2020 lalu oleh
petinggi Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI), Dr. Anton Permana, kembali digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada Senin,13/9/2021.

Dalam persidangan kemarin siang, Jaksa Penuntut Umum (JPU) hadirkan Saksi Ahli Hukum Tata Negara, Universitas Pancasila, Muhammad Rullyandi.

Awal persidangan Ahli memaparkan proses pembuatan UU secara Hukum Tata Negara. Menurutnya proses pembuatan UU dalam hal ini adalah UU Ciptakerja Omnibuslaw, bahwa usulannya dari Presiden yang kemudian dibuat draft atau rancangan undang-undang (RUU) oleh tim ahli, yang kemudian diserahkan kepada legislatif untuk dibahas lalu di sah-kan menjadi UU (Undang-undang).

“Sebelum RUU di sahkan menjadi UU, Pemerintah memberi kesempatan luas kepada publik untuk memberi masukan atau pendapatnya terkait isi dari RUU tersebut, terkait masukan dari masyarakat atas RUU tentu Pemerintah tidak bisa mengakomodir semuannya,” terang Ahli.

Rullyandi tegaskan bahwa apabila ada hal yang tidak sependapat dengan UU Ciptakerja, maka silakan digugat melalui Mahkamah Konstitusi (MK), namun sampai saat ini tidak ada satu pun gugatan terhadap UU Ciptakerja yang dikabulkan oleh MK.

Menurut ahli bahwa isi dari UU Omnibuslaw Ciptakerja yang dibuat Pemerintah itu sangat baik dan bagus isinya karena berorientasi pada kesejahteraan pekerja Indonesia, jadi pendapat terdakwa bahwa UU Omnibuslaw dapat rugikan pekerja, itu pendapat yang mendasar dan bertentangan dengan isi UU Omnibuslaw, apalagi pendapat terdakwa tidak memiliki referensi, serta pendapat terdakwa menimbulkan keresahan dan mengganggu ketertiban umum, karena mengajak buruh untuk lakukan demo mogok kerja nasional, Oktober 2020 tahun lalu.

Penasehat Hukum terdakwa, Abdullah Alkatiri keberatan dengan keterangan ahli. Ia meminta ahli untuk tunjukkan dimana letak kesalahan terdakwa.

“Saudara ahli apakah anda tau, bahwa pernyataan terdakwa yang anda sampaikan tadi itu adalah statemen yang dikeluarkan oleh KAMI yang isinya dukungan kepada buruh yang akan merencanakan mogok kerja terkait RUU Ciptakerja Omnibuslaw dan statemen tersebut
ditanda tangani oleh petinggi KAMI antara lain Jenderal (Pur) Gatot Nurmantyo, Prof Dien Syamsudin, dan kemudian statemen tersebut telah dimuat dibanyak media,” urai Alkatiri.

Dalam persidangan Alkatiri sampaikan bahwa yang dimaksud pernyataan terdakwa oleh ahli tadi itu adalah statemen KAMI, bukan pernyataan terdakwa pribadi, dan statemen itu sudah banyak dimuat media.

Lebih lanjut Alkatiri terangkan kepada ahli bahwa terdakwa menyampaikan statemen KAMI tersebut saat UU Ciptakerja masih berbentuk RUU dan belum disahkan. Tadi saudara ahli jelaskan bahwa saat masih berbentuk rancangan / RUU publik dipersilahkan berikan masukan atau pandangannya, dan yang disampaikan terdakwa dari kutipan statemen resmi KAMI bersifat pandangan atau masukan, dan tidak ada ajakan demo, dalam statemen KAMI tersebut tidak ada kalimat demo, melainkan mendukung mogok kerja nasional, papar koordinator Penasehat Hukum Anton Permana.

“Dalam kamus bahasa Indonesia yang disahkan Mediknas bahwa kata “mogok” itu artinya tidak beraktivitas atau tidak bergerak, jadi mogok itu bukan demo,” tegas Alkatiri.

Menutup keterangannya usai sidang pukul 17.45 Wib, Alkatiri terangkan bahwa ahli sejak awal berulang-ulang sampaikan jika ada pihak yang tidak sependapat dengan UU Ciptakerja silakan ajukan gugatan ke MK. Bagaimana mungkin diajukan ke MK, karena saat itu yang dipersoalkan adalah RUU-nya, sebelum disahkan jadi UU. Kemudian banyak pertanyaan mengapa UU Ciptakerja disahkan malam hari beberapa hari sebelum jadwal yang diumumkan, sementara saat itu masih banyak usulan organisasi buruh yang belum terakomodir, urai Alkatiri.

“Perlu anda ketahui bahwa kami miliki bukti catatan dari berbahai organisasi Federasi Pekerja Seluruh Indonesia yang menolak RUU Ciptakakerja, hingga disahkan jadi UU, jadi tidak benar keterangan ahli bahwa yang menolak RUU Omnibuslaw hanya segelintir orang dan itu tidak mewakili dari 260 juta penduduk Indonesia.

Sidang berjalan alot, masing-masing pihak perpegang pada pendapatnya, dan terlihat beberapa kali Ketua Hakim ingatkan Ahli agar tidak emosi, serta memberi keterangan sesuai kapasitasnya sebagai Ahli Hukum Tata Negara dan tidak membatasi pertanyaan kuasa hukum terdakwa, caranya masing-masing untuk menggali keterangan.