Oleh: Andrianto – Direktur IPA (Indonesian Political Actions) – Foto: Ist.
Jalurdua.com – Jakarta | Apa yang dilontarkan Jokowi dalam forum Relawan Projo di Magelang beberapa waktu lalu merupakan sebuah design yang di rancang dengan matang. Karena hal tersebut dilakukan pada momen penting bagi bangsa negara Indonesia yaitu hari peringatan Kebangkitan Nasional 21 Mei tahun 2022.
Seolah hal itu sebagai sinyal bahwa Jokowi telah memberikan maklumat dirinya sudah bangkit dari bayang bayang sebagai seorang Petugas.
Ada dua hal penting pada momen tersebut, yang pertama tempat acara diadakan di sebuah Kota di Jawa Tengah yang juga merupakan kandang Banteng. Artinya hal ini dapat dibaca sebagai sikao Jokowi yang telah siap berebut suara di basis Banteng.
Kemudian, dalam momen itu Jokowi mendeklrasikan punya jago yang siap maju pada Pilpres mendatang, sekaligus ia menjadi King Makers.
Padahal jika mengacu pada statemen PDI-P soal Capres, internal PDIP sudah menyatakan bahwa terkait Pilpres dari PDI-P merupakan ranah Megawati.
Pengumpulan acara tersebut dapat diartikan sebagai upaya untuk menggenjot kembali elektabilitas Ganjar Pranowo yang menurun drastis ketika publik mendapat sinyal bahwa PDI-P tidak mendukung Ganjar sebagai capres.
Atas merosotnya elektabilitas Ganjar Pranowo hanya Jokowi yang bisa angkat pamornya kembali, dan itu adalah secara tak langsung Jokowi siap berbeda Capres dengan PDIP. Namun hal ini bisa juga dibaca sebagai manuver untuk menjaga posisi tawar (bargaining posision). Artinya bila Ganjar tidak mendaoat tiket Capres maka alternatifnya Jokowi mesti mengambil calon tengah, yang tentunya telah disiapkan antara lain Erik Thohir dan Khofifah Indar Parawansa.
Memang hal tersebut sangatlah ironis, mengingat Pilpres yang jika mengacu pada jadwal masih cukup lama.
Namun, kenapa seorang Presiden upayakan hal itu? Yang sama sekali tidak berdampak pada penyelesaian persoalan bangsa saat ini. Seharusnya fokus membenahi harga – harga yang melambung tinggi dan krisis ekonomi yang ada di depan mata kita. Atau Jokowi sudah merasa Pemilu bisa saja di percepat karena waktunya sudah habis.