Jalurdua.com mengucapkan Selamat Hari Pers Nasional Indonesia 9 Februari 2024

Become a member

Get the best offers and updates relating to Liberty Case News.

― Advertisement ―

spot_img

Saat Demokrasi Nyemplung ke dalam Secangkir Kopi

"Ngopi dulu, jangan kampanye terus, ntar kelebihan suara di TPS. Gak enak sama yang lain," itulah kalimat pertama saya pada seorang caleg muda dalam...
BerandaKopi PanasTambako Pun Menginspirasi

Tambako Pun Menginspirasi

Oleh: Alfian Nawawi

Di timeline segala platform media sosial dan seliweran berita media massa, sembako adalah salah satu keywoard yang cukup sexi. Istilah sembako menginspirasi gerak bahkan siasat banyak orang. Mulai taktik pencitraan para politisi sampai kebutuhan konten “prank” seorang vlogger. Termutakhir, ada sebuah ormas yang membagikan tambako (tembakau) -bisa jadi dimaksudkan sebagai alternatif selain sembako- dan menyasar kaum nikotinis.

Dibandingkan spesies lainnya di bumi, umat manusia memiliki sejarah panjang sebagai makhluk yang paling kuat bertahan. Mereka mampu melewati segala bencana alam, perang, kelaparan, bahkan wabah. Dengan kreativitas dan kejeniusan sebagai makhluk pewaris planet ini manusia tak habis-habis populasinya. Hanya kiamat kubhro yang bisa memusnahkannya.

Di benua Amerika saja tiga suku musnah akibat wabah di abad-abad lampau. Betapa suku Warao, Aztec, dan Maya harus melanjutkan peradaban dan kebudayaannya hanya dalam bentuk catatan sejarah yang ditulis oleh manusia modern. Namun kemusnahan pun selalu tergantikan oleh kebangkitan. Manusia tidak pernah habis. Peradaban-peradaban baru muncul menggantikan peradaban lainnya yang hilang. Mereka yang telah hilang pun selalu menjadi inspirasi. Peradaban Atlantis dan Lemurian pun mengakrabi sains sekaligus fiksi di masa sekarang.

Berbagai kebudayaan bahkan individu dan entitas dari antar bangsa ternyata ditakdirkan untuk saling menginspirasi. Nelson Mandela menyebut Syekh Yusuf sebagai “Putra Afrika, pejuang teladan kami”. Mandela menjadikan ulama asal Nusantara ini inspirasi bagi perjuangan rakyat Afrika Selatan melawan apartheid. Di negara itu bahkan terdapat kota bernama Macassar untuk mengabadikan sebuah ikatan yang lebih dari sebuah koneksi histori.

Tidak ada yang memungkiri, betapa Sholahuddin Al Ayyubi menginspirasi kaum ksatria -khususnya dalam futuwa- di Eropa selama berabad-abad.

Tidak ada yang mampu menampik fakta sejarah, betapa dalam era Bani Umayyah kedua di Spanyol, Cordoba menjadi ibu kota paling populer Di dunia. Cordoba menjadi pusat ilmu pengetahuan, pendidikan, dan intelektual. Sebagai perbandingan, volume kunjungan ke 70 buah perpustakaan Cordoba mencapai ratusan ribu lebih volume kunjungan sedangkan kunjungan ke perpustakaan-perpustakaan lainnya di benua itu secara keseluruhan tidak pernah mencapai angka seribu kunjungan. Cordoba menjelma sebagai “the greatest centre of learning” di Eropa ketika kota-kota lain di benua itu berada pada masa kegelapan. Cordoba bagai bunga yang menebar harum di Eropa pada abad pertengahan sebagaimana digambarkan oleh seorang penulis Lane-Poole sebagai “the wonders of the world.”

Cordoba menjadi kota termegah yang kejayaannya banyak menginspirasi penulis Barat. Para ahli sejarah ataupun politik menggambarkannya sebagai cikal bakal pembawa kemajuan bagi Barat di masa sekarang.

Ah, kita memang selalu saling menginspirasi. Konon kaum oposisi pun kadang terinspirasi dari penguasa. Begitu pula sebaliknya. Dan di hari-hari ini kita pun terinspirasi dari banyak arena perdebatan virtual -sebagai konsekuensi lebih banyak di rumah saja- mulai kontroversi kata mudik dan pulang kampung, kisah miris ABK Indonesia di kapal Cina, PSBB, dan seterusnya.

Apa inspirasi kita hari ini? Semoga tidak lebih buruk dibandingkan bagi-bagi tambako. Di rumah kita tidak semua orang menyukai aromanya. Asapnya adalah juga pandemi tersendiri sejak jaman baheula.(*)

  • ditulis sehabis sahur dan petir, Kedai Kopi Litera-Dihyah PROject, 12 Mei, 2020.