back to top
Minggu, Oktober 19, 2025

Inai Tutu Iya Upa’, Inai Pacapa’ Iya Cilaka

Sejarah dunia menunjukkan hanya homo sapiens yang selalu bermasalah terhadap keseimbangan alam. Bahkan bermasalah terhadap keseimbangan jiwa. Homo sapiens bertanggung jawab penuh pada berbagai tindakan pemusnahan flora dan fauna, perang, serta pencemaran.

Lantas apakah bumi hanya sekadar mengalami demam ketika diinvasi wabah? Sapiens mengeluarkan antibodi ketika diinvasi organisme luar. Namun tidak selamanya mereka bisa bertahan.

Peristiwa pemurnian-pemurnian dalam sejarah dikategorikan penghakiman. Itulah sebabnya banyak yang menyimpulkan pandemi merupakan penghakiman paling tepat bagi spesies kita.

Kalau benar bumi sedang dimurnikan maka idiom “normal baru” tidak sepenuhnya keliru. Bisa jadi ia hanyalah fase yang berulang. Agama-agama dan berbagai budaya punya hubungan intim terhadap persoalan pemurnian.

Sekali waktu pemurnian merupakan antonim dari kata “kecerobohan”. Ia selalu komplit. Prosesnya pasti disublimasi secara matang.

Sebuah puisi kuno Makassar yang penulisnya anonim, berbunyi: “Inai tutu iya upa’/Inai pacapa’ iya cilaka.” Mengutip pemaparan budayawan dan sastrawan Bulukumba, Andi Mahrus Andis, puisi minimalis itu dinukilkan oleh seorang seniman teater yang meraih doktor di bidang kajian kesusastraan daerah, Dr. A. Nojeng. Puisi ini sebentuk pesan leluhur yang terjemahannya kira-kira berbunyi: “Siapa yang berhati-hati maka dia selamat/Siapa yang ceroboh, maka celakalah dia.”

Dalam hari-hari yang tidak menentu manusia memang harus membentuk “katutu” atau “berhati-hati” terhadap apa pun yang berbau ancaman. Tidak “pacapa’ atau “ceroboh” dalam bersikap. Kemunculan kebijakan “new normal” untuk mengkondisikan posisi manusia terhadap pandemi wajib menghindari “capa”

Banjir besar di jaman Nabi Nuh adalah salah satu fakta pemurnian yang pernah ada. Nuh diharuskan menyelamatkan hanya puluhan orang beriman dan berbagai spesies hewan dan tumbuhan. Dalam bahtera super canggih sepasang hewan berdarah panas bisa sekapal dengan pasangan hewan lainnya yang berdarah dingin. Teknologi apa gerangan yang digunakan Nabi Nuh? Berbulan-bulan bahtera itu terombang-ambing di atas banjir bah raksasa.

Sebuah peradaban baru harus diselamatkan. Dengan tingkat “katutu” yang maksimal kapal Nuh diperlengkapi bahan pangan dan obat-obatan terlengkap sepanjang sejarah peradaban umat manusia. Kapal itu merupakan miniatur ekosistem darat. Karnivora, herbivora, dan omnivora tercukupi kebutuhannya dalam satu kapal. Miniatur masing-masing habitatnya pun didesain sedemikian rupa sehingga hewan dan tumbuhan yang berpasang-pasangan itu tetap lestari di atas kapal selama misi penyelamatan besar itu berlangsung.

Konsekuensi dari mengabaikan atau melawan hukum alam adalah penyakit, wabah, dan bencana alam.Apakah pemurnian juga dialami oleh peradaban Atlantis dan Sumeria? Kedua peradaban yang sangat tinggi itu justru menghilang.

Tidak ada jejak arkeologis yang cukup meyakinkan bahwa Atlantis adalah peradaban yang pernah dimurnikan. Atlantis lebih tepatnya “dibinasakan.” Teknologi antariksa Atlantis yang konon sudah mencapai penemuan portal teleportasi tidak mampu menjadi penyelamat.

Peradaban Sumeria merupakan jenis prestasi pertama di dunia. Bangsa Sumeria memiliki obat dan farmakope pertama di dunia. Operasi otak pertama di dunia. Pertanian dan almanak petani pertama di dunia. Kosmologi dan astronomi pertama di dunia. Kode hukum pertama di dunia. Dan mereka menggunakan teknologi yang mencapai metalurgi canggih, peleburan, pemurnian dan paduan serta pemurnian bahan bakar minyak bumi. Yang paling penting, bangsa Sumeria bertanggung jawab atas rekayasa genetika pertama di dunia. Toh Sumeria senasib Atlantis, “dibinasakan.”

Jangan pernah “pacapa”. Tetaplah “makkatutu.” Pemurnian beda tipis dengan penghancuran.(*)

Pustaka RumPut, 28 Mei 2020

Populer minggu ini

“ISARAH Padang Lawas Utara Gelar Musda, Hariman Satia Siregar Resmi Terpilih Jadi Ketua”

Padang Lawas Utara, 16 Oktober 2025 — Musyawarah Daerah...

DPD PAN Paluta dan Fraksi PAN DPRD Gelar Jumat Berkah di Desa Sipiongot

Padang Lawas Utara, 17 Oktober 2025 — Dewan Pimpinan...

Siapa yang Lebih Tepat Disebut Keblinger, Prof Eggi atau Dedi Mulyadi?

Oleh: Agusto Sulistio — Pegiat Sosmed, mantan Kepala Aksi...

MEMBANGUN KEMANDIRIAN MRO NASIONAL: DARI WACANA MENUJU EKOSISTEM DIRGANTARA MANDIRI

Oleh Teuku Gandawan Xasir* Lalu lintas penerbangan Indonesia kini menunjukkan...

Topics

Siapa yang Lebih Tepat Disebut Keblinger, Prof Eggi atau Dedi Mulyadi?

Oleh: Agusto Sulistio — Pegiat Sosmed, mantan Kepala Aksi...

DPD PAN Paluta dan Fraksi PAN DPRD Gelar Jumat Berkah di Desa Sipiongot

Padang Lawas Utara, 17 Oktober 2025 — Dewan Pimpinan...

“ISARAH Padang Lawas Utara Gelar Musda, Hariman Satia Siregar Resmi Terpilih Jadi Ketua”

Padang Lawas Utara, 16 Oktober 2025 — Musyawarah Daerah...

MEMBANGUN KEMANDIRIAN MRO NASIONAL: DARI WACANA MENUJU EKOSISTEM DIRGANTARA MANDIRI

Oleh Teuku Gandawan Xasir* Lalu lintas penerbangan Indonesia kini menunjukkan...

BNPT Gandeng PLN Labuan Dorong Ekonomi Desa Siapsiaga di Kecamatan Menes

Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) menggandeng PT PLN Indonesia...

Demo Buruh 30 September Sepi: Strategi Jumhur Lebih Efektif Dari Said Iqbal

Gerakan buruh Indonesia kembali mendapat sorotan setelah Konfederasi Serikat...

Pembangunan Jalan Provinsi Dihentikan, Tapi Pajak Rakyat Terus Berjalan

Masyarakat Sipiongot dan sekitarnya kembali dibuat kecewa setelah Dinas...

Related Articles

Popular Categories

spot_imgspot_img